Sabtu, 06 November 2010

TEORI KOGNITIVISME

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan seorang guru dalam menyampaikan suatu materi pelajaran, tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuannya dalam menguasai materi yang akan disampaikan. Akan tetapi ada faktor-faktor lain yang harus dikuasainya sehingga ia mampu menyampaikan materi secara profesional dan efektif. Menurut Zakiyah Daradjat, pada dasarnya ada tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi penguasaan atas bahan, dan kompetensi dalam cara-cara mengajar.
Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam upaya mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan aktivitas pokok dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Melalui belajar seseorang dapat memahami sesuatu konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku, sikap,dan ketrampilan.
Menurut Herman Hudoyo “Belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman, pengetahuan baru, sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku. Misalnya setelah belajar siswa mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan dimana sebelumnya ia tidak dapat melakukannya”. dikutip dari pendapat Oemar Hamalik “Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.”2 Belajar memegang peranan penting didalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian dan bahkan persepsi manusia.
Banyak teori belajar yang menginspirasi dan mendasari lahirnya macam-macam strategi pembelajaran yang memuat classical interactionseperti teori behaviorisme, teori kognitivisme, dan teori konstruktivisme. Dilihat dari diterapkannya strategi dan metode pengajaran yang ilmiah, yang mendasarkan pada pemahaman tentang teori-teori pembelajaran dan pertimbangan pendekatan belajar siswa (student learning approach). Pemahaman tentang pengajaran (teaching) juga berkembang, dari teacher centered, yang lebih menekankan pada content oriented, menjadi student centered yang lebih berorientasi pada memfasilitasi terjadinya kegiatan belajar (learning oriented).
Pada makalah ini penulis lebih dalam menjelaskna masalah teori kognitivisme, teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.

B. Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah:
1.Untuk menjelaskan definisi teori kognitif
2.Untuk menjelaskan tokoh serta konsep teori kognitif.
3.Menjelaskan implikasi dalam pembelajaran.

C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.Bagaimana definisi teori kognitif?
2.Siapa saja tokoh-tokoh teori kognitif?
3.Bagaimana konsep teori kognitivisme?
4.Bagimana implikasi teori kognitif dalam pembelajaran?

















BAB II
PEMBAHASAN MAKALAH

A. Pengertian Kognitif
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.
Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.






B.Tokoh-tokoh Teori Belajar Kognitif
1.Jean Piaget, teorinya disebut “Cognitive Developmental”

Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dan fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak.
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Menurut Suhaidi Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:
1. Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
2. Tahap pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
3. Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
4. Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”.
Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi/di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.
Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya. Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi

2. Jerome Bruner Dengan Discovery Learningnya
Bruner menekankanbahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu: enactive,iconic dan simbolic.
Pembelajaran enaktif mengandung sebuah kesamaan dengan kecerdasan inderawi dalam teori Piaget. Pengetahuan enaktif adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek – melakukan pengatahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak-anak didik sangat mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali (‘melakukan’ kecakapan tersebut), namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut dalam kata-kata, bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran.
Pembelajaran ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran; dalam bentuk ini, anak-anak mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak mereka. Anak-anak sangat mungkin mampu menciptakan gambaran tentang pohon mangga dikebun dalam benak mereka, meskipun mereka masih kesulitan untuk menjelaskan dalam kata-kata.
Pembelajaran simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi pengalaman abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut. Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak, dan karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa dengan operasional formal dalam proses berpikir dalam teori Piaget.
Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya Bruner dapar dikemukakan sebagai berikut:
1. Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity(keingintahuan) untuk mengadakan petualangan pengalaman.
2. Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur yang ada. Sifat mental tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.
3. Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan kemampuan secara enaktif, ekonik, dan simbolik.
4. Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan instruksional sebagai arah informatif.
5. Kreatifitas metaforik dan creative conditioning yang bebas dan bertanggung jawab memungkinkan kemajuan.

3. Teori Belajar Bermakna Ausubel.
Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel.
Pengertian belajar bermakna
Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning). Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah, ada bahaya bahwa siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada.
Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan :
a. Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
b. Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.
Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.

C.Konsep Teori Kognitivisme
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang.
Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Dari beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan.
Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Dari sudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justeru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna.
Dari poin diatas dapat pemakalah ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas, meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan pada konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.

D.Implikasi Teori Kognitivisme dalam Pembelajaran
Dalam perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivisme ini yaitu: Teori perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga teori ini dijabarkan sebagai berikut:

No Piaget Brunner Ausubel
1






2 Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa


Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
a. Asimilasi
b. Akomodasi
c. Equilibrasi Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur materi pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur siswa


Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
a.Enaktif (aktivitas)
b.Ekonik (visual verbal)
c. Simbolik Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru


Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
a.Memperhatikan stimulus yang diberikan
b.Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Prinsip kognitivisme banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Si belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu.
2. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks.
3. Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian.
Adapun kritik terhadap teori kognitivisme adalah:
1. Teori kognitif lebih dekat kepada psikologi daripada kepada teori belajar, sehingga aplikasinya dalam proses belajar mengajar tidaklah mudah.
2. Sukar dipraktekkan secara murni sebab seringkali kita tidak mungkin memahami “struktur kognitif” yang ada dalam benak setiap siswa.
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Dari penjelasan diatas jelas bahwa implikasinya dalam pembelajaran adalah seorang pendidik, guru ataupun apa namanya mereka harus dapat memahami bagaimana cara belajar siswa yang baik, sebab mereka para siswa tidak akan dapat memahami bahasa bila mereka tidak mampu mencerna dari apa yang mereka dengar ataupun mereka tangkap.,
Dari ketiga macam teori diatas jelas masing-masing mempunya implikasi yang berbeda, namun secara umum teori kognitivisme lebih mengarah pada bagaimana memahami struktur kognitif siswa, dan ini tidaklah mudah, Dengan memahami struktur kognitif siswa, maka dengan tepat pelajaran bahasa disesuaikan sejauh mana kemampuan siswanya. Selain itu, juga model penyusunan materi pelajaran bahasa arab hendaknya disusun berdasarkan pola dan logika tertentu agar lebih mudah dipahami. Penyusunan materi pelajaran bahasa arab di buat bertahap mulai dari yang paling sederhana ke kompleks. hendaknya dalam proses pembelajaran sebisa mungkin tidak hanya terfokus pada hafalan, tetapi juga memahami apa yang sedang dipelajari, dengan demikian jauh akan lebih baik dari sekedar menghafal kosakata.














BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan
Adapun tokoh-tokoh Teori Belajar Psikologi Kognitif adalah jean pieget, Jerome Bruner dan Ausubel.
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.

Daftar Pustaka


Abu Ahmadi dan Widodo Supriono. (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Ali Sadikin. (2009). Ranah Kognitif, Afektif dan Spikomotor. Jakarta: Pt. Grafisindo.

Bjorklund, D.F. (2000). Children's Thinking: Developmental Function and individual differences. 3rd ed. Bellmont, CA : Wadsworth.

Bruno. (2010). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Kalam Mulia.

Herman Hudoyo. (2008). Metode, Teknik, dan Strategi dalam Belajar. Bandung: Tarsito.

W.S Winkel. (1996). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Zakiyah Daradjat. (1995). Metodi Khusus Pengajaran Agama Islam. akarta: Bumi Aksara.

Minggu, 04 April 2010

MAKALAH ASPEK-ASPEK PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN INDIVIDU

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam banyak buku, makna pertumbuhan sering diartikan sama dengan perkembangan sehingga kedua istilah itu penggunaannya seringkali dipertukarkan (interchange) untuk makna yang sama. Ada penulis yang suka menggunakan istilah pertumbuhan saja dan ada yang suka menggunakan istilah perkembangan saja. Dalam makalah ini istilah pertumbuhan diberi makna dan digunakan untuk menyatakan perubahan-¬perubahan ukuran fisik yang secara kuantitatif semakin besar dan atau panjang, sedang istilah perkembangan diberi makna dan digunakan untuk menyatakan terjadinya pcrubahan-perubahan aspek psikologis dan aspek sosial.
Pertumbuhan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, oleh karena itu urgen pertumbuhan dalam perkembangan anak menjadi perhatian yang intens dalam aspek pertumbuhan dan perkembangan individu.(Sarwono Prawirohardjo, 2006:89)
Setiap organisme, baik manusia maupun hewan, pasti mengalami peristiwa perkembangan selama hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian dengan keadaan yang dimiliki oleh organisasi tersebut, baik yang bersifat konkret maupun yang bersifat abstrak. Jadi, arti peristiwa perkembangan itu khususnya perkembangan manusia tidak hanya tertuju pada aspek psikologis saja, tetapi juga aspek biologis. Karena setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, , inteligensi maupun emosi, satu sama lain saling mempengaruhi. Terdapat hubungan atau korelasi yang positif diantara aspek tersebut. Apabila seorang anak dalam pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka dia akan mengalami kemandegan dalam perkembangan aspek lainnya, seperti kecerdasannya kurang berkembang dan mengalami kelabilan emosional.
Setiap individu pada hakikatnya akan mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan nonfisik yang meliputi aspek-aspek pertumbuhan fisik, intelek, dan emosi. Berikut ini diuraikan pokok-pokok pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek tersebut.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah tersebut adalah:
1.Bagaimana pertumbuhan fisik pada manusia sejak sebelum dan sesudah lahir?
2.Bagaiaman tahapan perkembangan intelekualitas pada individu?
3.Bagaimana bentuk emosi pada individu?
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk menjelaskan pertumbuhan fisik pada manusia sejak sebelum dan sesudah lahir.
2. Untuk menjelaskan tahapan perkembangan intelekualitas pada individu.
3. Untuk menjelaskan bentuk emosi pada individu.
4. Sebagai bahan pembelajaran khususnya penulis dan pembaca.







BAB II
PEMBAHASAN MAKALAH
A. Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan manusia merupakan perubahan fisik menjadi lebih besar dan lebih panjang, dan prosesnya terjadi sejak anak sebelum lahir hingga ia dewasa. Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel organ maupun individu yang bisa diukur dengan berat, ukuran panjang, umur tulang dan keseimbangan metabolic (M. Ali, 1988:78).
Perkembangan adalah bertambah kemampuan (skill) dalam struktur da fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Perkembangan menyangkut adanya proses pematangan.sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa, sehingga masing-msing dapat memenuhi fungsinya termasuk juga emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil iteraksi dengan lingkungan (M. Ali, 1988: 79).
1. Pertumbuhan Sebelum Lahir
Manusia itu ada dimulai dari suatu proses pembuahan (pertemuan set telur dan sperma) yang membentuk suatu set kehidupan, yang disebut embrio. Embrio manusia yang telah berumur satu bulan, berukuran sekitar setengah sentimeter. Pada umur dua bulan ukuran embrio itu membesar menjadi dua setengah sentimeter dan disebut janin atau "fetus". Baru setelah satu bulan kemudian (jadi kandungan telah berumur tiga bulan), janin atau fetus tersebut telah berbentuk menyerupai bayi dalam ukuran kecil.
Masa sebelum lahir merupakan pertumbuhan dan perkembangan manusia yang sangat kompleks, karena pada masa itu merupakan awal terbentuknya organ-organ tubuh dan tersusunnya jaringan saraf yang membentuk sistem yang lengkap. Pertumbuhan dan perkembangan janin diakhiri saat kelahiran. Kelahiran pada dasarnya merupakan pertanda kematangan biologis dan jaringan saraf masing-masing komponen biologis telah mampu berfungsi secara mandiri.
Evolusi Manusia dari Sperma Menjadi Manusia
Bulan ke-1


Conception. Sperma, satu dari 500 million yang dikeluarkan ketika intercourse, menembus membran yang melindungi telur, kemudian memasukkan ekornya. Sekali telur terbuahi, tidak ada sperma lain yang bisa masuk. Selanjutnya telur tebuahi mulai membelah.

1 minggu setelah pembuahan, bulatan terdiri 200 cell disebut embrio, menempel pada uterus.


Bulan ke-2

(2 Gambar Kiri) Incredible Transformation. 3 minggu setelah pembuahan, embrio berkembang seperti pada gambar kiri. Ujungnya kelak menjadi kepala dan otak. Selanjutnya berkembang lebih menyerupai mahluk hidup. Karena perubahannya yang cepat itu, embrio bersifat rentan, mudah rusak oleh asupan makanan bumil seperti: alkohol, rokok, dan obat2an.
(4 Gambar Kanan) Pertengahan bulan ke-2, cepet ya, mata terbentuk pertama kali pada bagian samping kepala (R). Bergeser agak ke depan pada minggu ke-7 (T), minggu ke-8.5 (C), dan minggu ke-10 (B). Udah ada kelopaknya.


Bulan ke-3


Embrio berubah menjadi fetus. Organ dalam terbentuk. Plasenta kelihatan, pembuluh darah juga jelas. (L) Jari tangan dan kaki mulai kelihatan bentuknya (R). Jari tangan berkembang lebih dulu daripada kaki. Sama halnya ketika lahir, tangan akan lebih dulu aktif untuk memegang daripada kaki untuk berjalan.


Bulan ke-4

Kelopak mata makin sempurna dan bereaksi terhadap cahaya. Hidung, bibir, dan dagu tebentuk. Kulit ditumbuhi bulu2 bernama lanugo. Genital luarnya sudah mulai terbentuk. Itulah kenapa minggu ke-13 sampai ke-17 kita bisa mengetahui gendernya melalui USG.
Tulang sudah mulai kelihatan, walopun belum benar2 jadi tulang sampai dia lahir nanti. Dia ditemani bulatan bernama kuning telur yang bertugas mensupply darah sampai organ tubuhnya bisa berfungsi. Oh ya, bayi pada bulan ke-4 ini masih kelihatan kecil walopun sudah berbentuk. Karena makanan dan energi digunakan mostly untuk pembentukan organ.


Bulan ke-5

Gambar kiri: proses pertumbuhan telinga.
Sudah bisa mendengar suara jantung dan aliran darah ibunya, kemungkinan suara ibunya. Namun belum bisa mendengar kebanyakan suara luar. Meconium, alias poop pertama, yang nanti keluar setelah bayi lahir, mulai terbentuk. Kalo perempuan, mulai memproduksi telur menunggu sampai mulainya period nanti. Kalo laki2, sudah mulai memproduksi testosterone. Sudah bisa menelan, mengemut jari, eh ini Kaka niiih, dulu pas diusg jempolnya diemut2
Akhir bulan ke-5, akan memproduksi lemak, kelak jadi jerawat, dan membuat kulitnya lebih berisi, semakin sempurna
Sudah melayang2 bagaikan penyelam ulung, di sini kita mulai bisa merasakan gerakan bayi yang kemungkinan pada saat menyelam itu dia membentur dinding rahim.

Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode pranatal (dalam kandungan). Berkaitan dengan perkembangan fisik ini Kuhlen dan Thompson mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4) Struktur Fisik/Tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi. (Hurlock, 1956: 76)
2. Petumbuhan Setelah Lahir
Pertumbuhan fisik manusia setelah lahir merupakan kelanjutan pertumbuhannya sebelum lahir. Proses pertumbuhan fisik manusia berlangsung sampai masa dewasa. Selama tahun pertama dalam pertumbuhannya, ukuran panjang badannya akan bertambah sekitar sepertiga dari panjang badan semula dan berat badannya akan bertambah menjadi sekitar tiga kalinya. Sejak lahir sampai dengan umur, 25 tahun, perbandingan ukuran badan individu, dari pertumbuhan yang kurang proporsional pada awal terbentuknya manusia (kehidupan sebelum lahir atau pranatal) sampai dengan proporsi yang ideal di masa dewasa, dapat dilihat pada gambar berikut.

GAMBAR
Gambar di atas menunjukkan bahwa setiap bagian fisik seseorang individu akan terus mengalami perubahan karena pertumbuhan, sehingga masing-masing komponen tubuh akan mencapai tingkat kematangan untuk menjalankan fungsinya. Jaringan saraf otak atau saraf sentral akan tumbuh dengan cepat karena saraf pusat itu akan menjadi sentral dalam menjalankan fungsi jaringan saraf di seluruh tubuh manusia.
Menurut Muhammad Syafi,I di kutip dari Prof. Dani Al Hafiz, secara garis besar tumbuh kembang dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Tumbuh kembang fisik; meliputi perumahan dalam ukuran besar dan fungsi individu.
2. Tumbuh kembang intelektual; meliputi kepandaian komunikasi, bermain, berhitung dan membaca.
3. Tumbuh kembang emosional; meliputi kemampuan membentuk ikatan batin, berkasih saying, menangani kegelisahan, mengelola sifat agresif/marah. (Muhammad Syafi,I, 2009: 24)
Perlu diingat bahwa pertumbuhan dan perkembangan setiap individu bersifat unik. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor genetik (faktor bawaan), lingkungan (baik itu biologis ataupun psikologis) dan perilaku (keadaan/perilaku pada keluarga).
Agar pertumbuhan dan perkembangan anak optimal, harus diperhatikan:
1. Lingkungan; harus mendukung kesehatan biologis dan psikologis anak
2. Gizi; harus cukup dan seimbang
3. Keteraturan ke pelayanan kesehatan; meliputi pemberian imunisasi
4. Istirahat dan tidur; harus cukup, hindari kelelahan. (Muhammad Syafi,I, 2009: 26)


B. Intelek
Menurut Wechler merumuskaan intelektual/intelligensi sebagai "keseluruhan ke-mampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Intelegensi/intelektual bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual”.( Dani, 2008: 78)
Perkembangan dapat diartikan ” suatu proses perubahan pada diri individu atau organisme, baik fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis progresif, dan berkesinambungan”, (Syamsu Yusuf: 83).
Dan semua para ahli sependapat bahwa yang dimaksud dengan perkembangan itu adalah suatu proses perubahan pada seseorang kearah yang lebih maju dan lebih dewasa, namun mereka berbeda-beda pendapat tentang bagaimana proses perubahan itu terjadi dalam bentuknya yang hakiki. (Ani Cahyadi, Mubin, 2006 : 21-22).
Hubungannya dengan intelektual remaja bahwa inteligensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatui fiksi ilmiah untuk mendeskripsiskan prilaku induvidu yang berkaitan dengan kemampuan intelektualnya. Dalam mengartikan inteligensi (kecerdasan) ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam. Diantaranya menurut C.P. Chaplin (1975) mengartikan inteligensi itu sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif (Syamsu Yusuf : 106
Menurut Andi Mappiare hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelek itu antara lain:
1) Bertabahnya informasi yang disimpan(dalam otak)seseorang sehingga ia mampu berpikr reflektif.
2) Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang bisa berpikir proporsional.
3) Adanya kebebasan berpikir,menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan, dan menunjang keberanian anak memecahkan masalahdan menarik kesimpulan yang baru dan benar. (Andi Mappiare 1982: 80).

C. Emosi
Emosi merupakan gejala perasaan disertai dengan perubahan atau perilaku fisik. Seperti marah, senang, sedih, ceria dan sebagainya.
Pada awalnya emosi pada bayi itu hanya tampil sebagai pernyataan diri yang hanya akan tampil bila keadaan ifsiologisnya (bayi) tidak menyenangkan.misalnya, perut bayi kosong, (kita menyebutnya dia lapar). Pada saat itu kontraksi lambungnya membuat perutnya terasa sakit, maka bayi akan menangis karena lapar. Contoh lain, pada saat ibu sadar bayinya lapar, dia berusaha membuat bayinya tenang dengan cara menyusuinya. Bayi digendong dalam pelukannya yang hangat, dihibur dengan kata kata yang menunjukkan kasih sayang, di tepuk-tepuk, disusui. Rasa lapar bayi hilang, rasa sakitnya juga hilang, dia digendong ditepuk-tepuk, dia merasa hangat, dan merasa senang.

Emosi yang terkait pada hal-hal yang bersifat fisiologis ini disebut sebagai emosi primer, biasanya berlangsung sejak bayi lahir hingga usia 6 bulan, dan mulai berkurang pada usia sekitar 1 tahun. Bentuk emosi primer adalah gembira, sedih, tidak suka, marah, terkejut dan takut. Emosi-emosi primer ini bisa di tampilkan dalam bentuk yang intens, kuat, atau bisa juga ditampilkan dalam bentuk yang sedangsedang saja. Pada usia sekitar 1 1/2 tahun yaitu setelah bayi mengenali bahwa diri berbeda dari orang lain maka bayi akan mengembangkan emosi yang sekunder, yaitu emosi yang terkait dengan kesadaran dirinya, disebut juga emosi yang dikaitkan dengan kehadiran orang lain. Emosi sekunder ini juga akan mengalami perkembangan. Pada awalnya bayi mengembangkan rasa empati (kalau melihat teman menangis,bayi ikut menangis), dia juga bisa merasa iri/ jelus pada anak lain atau pada adik kalau sudah ada adik, selain itu bayi sudah bisa menunjukkan rasa malu. Empati, rasa iri dan rasa malu ini mulai berkembang sekitar usia 1 ½ hingga usia 2 tahun.

Selanjutnya hingga usia 2½tahun bayi bisa mengembangkan rasa bangga akan diri, (Andi sekarang punya mobil baguuuusss sekali). Bersamaan dengan itu ia juga mengembangkan rasa bersalah dan rasa malu. Emosi-emosi ini terkait dengan penilaian dia terhadap dirinya sendiri, karena disini anak mulai mengenali aturan aturan sosial yang berlaku dan ia juga mulai bisa menggunakan standarstandar atau aturan-aturan sosial yang berlaku di lingkungannya untuk menilai tingkah lakunya secara sederhana. (M. Ali, 1988:56)

contohnya, Arisman usia 3 tahun, karena tidak bisa mengendalikan dirinya ketika marah pada teman, dia memukul teman hingga teman menangis. Orang tua Arisman sudah pernah memberi tahu pada Arisman bahwa memukul teman akan menyebabkan teman merasa kesakitan, jadi kalau teman melakukan kekeliruan sebaiknya teman itu diberi tahu ,jangan dipukul. Ketika melihat teman menangis, Arisman baru sadar bahwa dia melakukan kesalahan, muncul rasa bersalah pada Arisman.

Mengapa emosi pada bayi dan anak menjadi penting?
1. Emosi pada bayi menjadi penting, di kutip dari Monica dalam bukunya yang berjudul karena Perawatan Bayi Resiko Tinggi, Monica menyatakan “aktivitas emosi bisa merangsang perkembangan system syarafnya”. (Monica, 2005:30) Selanjutnya menurut para ahli, kalau proses kematangan system syaraf di otak berlangsung baik maka keadaan ini sebaliknya akan membuat emosi anak lebih stabil, demikian pula kemampuan anak untuk meregulasi, mengendalikan emosi-emosinya juga akan lebih wajar. Pemenuhan kebutuhan emosi oleh ibu atau pengasuh yang memberikan rasa nyaman dan rasa aman yang dialami semenjak bayi akan menjadi landasan yang kokoh untuk bisa mengembangkan kapasitas kapasitas menalar yang diharapkan akan dikembangkan di usia sekolah. Oleh karena itu, pendidikan dibawah usia 6 tahun seyogyanya dipusatkan pada pengembangan rasa aman dan nyaman pada bayi dan anak yang sebagian besar berbentuk kegiatan bermain. (Monica, 2005: 35)

2. Selain itu emosi pada masa bayi juga merupakan bahasa pertama yang terjalin antara ibu dan bayinya sebelum dia mampu berbicara. Bayi bereaksi pada saat memandang ekspresi wajah dan nada suara orang tuanya. Sebagai jawabannya ibu atau pengasuh berusaha memahami apa yang ingin disampaikan oleh bayi dan berusaha menjawab dengan tepat apakah “keluhan” atau “kegembiraan “ bayinya. Setelah melihat “jawaban” Ibu atau pengasuh yang responsive itu, bayi akan menunjukkan “reaksi-reaksi” jawabannya yang selanjutnya akan membuat “percakapan ekspresi emosi” ini menjadi semakin menarik. Dengan cara yang menyenangkan kedua belah pihak ini ibu atau orangtua yang responsive membantu bayinya mengembangkan rasa aman dan rasa nyamannya. Konon, kata para peneliti psikologi, rasa aman yang terbentuk akibat relasi emosi yang menyenangkan antara bayi dan ibu atau pengasuhnya, kelak di kemudian hari akan membuat individu merasa bahwa dirinya memang berharga, yang pada gilirannya akan membuat individu tersebut mengembangkan kepercayaan diri dan mengembangkan keyakinan-keyakinan bahwa dirinya mampu serta berharga. (Monica,2005: 36)

Para ahli juga mengungkapkan bahwa rasa aman dan nyaman yang terbina pada masa usia dini ini kelak akan membuat individu merasa bahwa lingkungan itu aman dan nyaman, bahwa orang lain bukanlah tokoh yang menakutkan. Rasa aman ini akan membuat anak lebih berani untuk melakukan penjelajahan kedalam lingkungannya, dan akan memperkaya khasanah pengalaman dalam pembentukan pribadi/individu kecilnya.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
1. Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel organ maupun individu yang bisa diukur dengan berat, ukuran panjang, umur tulang dan keseimbangan metabolic. Perkembangan adalah bertambah kemampuan (skill) dalam struktur da fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Perkembangan menyangkut adanya proses pematangan.sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa, sehingga masing-msing dapat memenuhi fungsinya termasuk juga emosi, dan intelektual.

2. Intelegensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan keseluruhan ke-mampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.
3. Emosi merupakan gejala perasaan disertai dengan perubahan atau perilaku fisik. Seperti marah, senang, sedih, ceria dan sebagainya.






DAFTAR PUSTAKA
Andi Mappiare. Perkembangan dan Pertumbuhan Individu. Jakarta: Kalam Mulia.1982.
Cahyani Ani Mubin, Psikologi perkembangan; cet I (Quantum Teaching, Ciputat Press Group, 2006.
Dani Maulana. Perkembangan Intelektual pada Anak. Jakarta: Rineka Cipta. 2008.
Hurlock. E.B. Psikologi Perkembangan;Suatui Pendekatan Sepanjang Rentang kehidupan. Alih bahasa Isti Widayanti, dkk. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. 1990.
LN Yusuf Syamsu; Psikologi Perkembangan Remaja dan Remaja, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Monica. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: Karya Bersama. 2005.

Muhammad Syafi’ I. Melihat Tingkah Anak : Suatau Pendekatan dalam Pendidian. Semaranag: PT. Makmur Jaya. 2009.

M. Ali. Tumbuh Kemabang dalam Perkembangan. Bandung: PT. Cemerlang. 1988

Sarwono Prawirohardjo. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatural, Jakarta : EGC. 2006.